FacebookInstagramTwitterLinkedInYouTubeTikTok
Memoles Nilai Produk Agar Pendapatan Terjaga

Memoles Nilai Produk Agar Pendapatan Terjaga

7 Oktober 2014

PTBA Twitter Share PTBA Facebook Share
Memoles Nilai Produk Agar Pendapatan Terjaga

Bukit Asam masuk ke bisnis minyak dan pembangkit listrik.

Oleh Revi Yohana Simanjuntak

Sesuai namanya, PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk (PTBA) identik dengan bisnis batubara. Namun ,di masa depan, perusahaan berstatus badan usaha milik negara (BUMN) ini boleh saja bakal dikenal juga sebagai perusahaan minyak dan pembangkit listrik. Upaya itu setidaknya sudah dirintis sejak medio tahun ini. Langkah PTBA mengembangkan sayap usahanya tersebut sejalan dengan bisnis batubara yang terus melempem. Dalam tiga tahun terakhir ini, harga batubara sudah tergerus hingga 50%. "Kondisi ini berdampak bagi kinerja keuangan perusahaan. Bahkan, sejumlah perusahaan lain mengalami kerugian besar," ujar Joko Prarnono, SekretarisPerusahaan PTBA. Buktinya, jika tahun 2011 Bukit Asam masih mengantongi laba bersih Rp 3 triliun maka tahun lalu cuma Rp 1,8 triliun. Makanya, mereka memutar otak dengan mencari lahan bisnis baru yang masih terkait dengan batubara. Pertama, PTBA tengah serius menjajaki bisnis produksi minyak mentah yang diolah dari batubara. Menurut Joko, ide ini muncul saat melihat potensi batubara berkalori rendah yang harganya mini sekitar US$ 20 hingga US$ 25 per ton. Padahal, PTBA memiliki banyak cadangan batubara kalori rendah. Sebagai gambaran, 48% dari 7,3 miliar ton cadangan batubara yang mereka miliki memiliki kalori rendah. "Perlu teknologi added value untuk menambah nilai jual batubara kalori rendah," ujar Joko. Nah, PTBA berencana mengolah batubara kalori rendah ini menjadi minyak mentah sintetis (synthetic crude oil). Teknologi mengubah batubara menjadi minyak mentah ini sejatinya sudah ada sejak tahun 1996. Namun, saat itu teknologi ini belum efisien karena diperantarai oleh proses gasifikasi alias konversi batubara menjadi gas untuk kemudian diubah menjadi minyak mentah. Mulai tahun 2012 lalu, PTBA tertarik menggunakan teknologi Catalytic Hydro- Thermal Reactor (Cat-HTR) yang hak patennya dimiliki oleh Ignite Energy Resources Ltd asal Australia, sehingga proses batubara menjadi rninyak lebih mudah. Pertengahan tahun ini PTBA juga mengirimkan contoh produknya untuk diujicoba. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) juga digaet untuk penelitian produk. Berdasarkan hasil ujicoba, teknologi Cat-HTR menghasilkan dua produk, yakni minyak mentah sintetis dan batubara berkalori tinggi. Sebagai gambaran, 2,9. ton batubara kalori rendah bisa menghasilkan sekitar 1 barel minyak mentah dan 0,6 ton batubara metalurgi berkalori tinggi (7.500 kalori). Jika lima juta ton batubara kalori rendah dijual langsung dengan harga US$ 30 per ton maka hanya menghasilkan US$ 150 juta. Sementara itu, jika diolah dan diberi nilai tambah, akan menghasilkan sekitar 1,7 juta barel minyak dan 1,1 juta ton batubara metalurgi. Kalau harga minyak mentah US$ 1 juta per barel dan batubara metalurgi US$ 120 per ton, maka pendapatan yang akan diperoleh US$ 300 juta. Berdasarkan hitung-hitungan itulah, PTBA berani terjun ke bisnis produksi minyak mentah dengan rencana mengakuisisi Ignite Resources. "Saat ini sudah masuk due diligence tahap akhir," ujar Joko. Pertimbangan mengakuisisi Ignite adalah teknologi utilisasi batubara sangat mahal. Jika ingin menggunakan, harus membeli lisensi ke pemiliknya. Padahal, cadangan batubara yang akan diutilisasi PTBA terbilang banyak dan mungkin akan memakan waktu lama. Selain itu, Ignite memiliki cadangan batubara sebanyak 16 miliar ton. "Kalau mengembangkan teknologi sendiri cukup berat dan mahal. Akuisisi adalah cara cepat untuk menguasai teknologi itu," tukasnya. Proses produksi batubara menjadi minyak sudah dimulai. Saat ini sebanyak 250.000 ton batubara telah diolah menjadi minyak. Jumlah ini akan terus diperbesar. Joko bilang, PTBA memasang target bisa menjual 1 juta hingga 1,5 juta ton batubara hasil utilisasi tahun 2018 mendatang. Tahun berikutnya diharapkan bisa bertambah menjadi 5 juta ton batubara. Pengembangan program ini tentu menyesuaikan respon pasar. PTBA berencana menyasar pasar domestik lantaran kebutuhan minyak di dalam negeri sangat tinggi, namun cadangannya kian menipis. "Secara potensi pasar, kami tidak perlu khawatir. Kalau pasar terbuka lebar maka pemasaran tidak terlalu sulit," imbuh Joko. Ia menilai, minyak mentah sintetis memiliki nilai jual yang sama dengan minyak mentah lantaran mempunyai kandungan kimia yang hampir sama. Penggunaannya pun sama. Bahkan, Joko mengklaim, minyak mentah sintetis produksi PTBA nanti memiliki kandungan sulfur lebih rendah. Perubahan dari sisi manajemen perusahaan juga tidak banyak. Pasalnya, hingga 2018 nanti, produksi minyak sintetis ini masih dilakukan di Australia. Sejumlah teknisi PTBA dikirim ke sana untuk mempelajari teknologi Cat-HTR. Jika proses komersialisasi batubara sudah dilakukan, baru teknologi itu dibawa ke Indonesia sehingga lebih efisien. Bisnis pembangkit kedua, selain memproduksi minyak, PTBA merambah bisnis pembangkit listrik. Akhir tahun ini, PTBA berencana mengoperasikan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Mulut Tambang. Kapasitas pembangkit itu 2 x 100 megawatt (MW). Perusahaan pelat merah ini juga mengikuti tender PLTU Mulut Tambang Sumsel 8 yang berkapasitas 2 x 610 MW yang diharapkan sudah dapat beroperasi pada akhir 2017 mendatang. Tak cuma itu, PTBA berharap bisa memenangkan tender PLTU Mulut Tambang 9 dan 10 yang kapasitasnya mencapai 1.800MW. Sejatinya, Bukit Asarn sudah mengoperasikan PLTU mulut tambang sejak tahun 2012 lalu. Rinciannya, sebesar 30 MW dipakai sendiri dan 16 MW untuk memasok kebutuhan listrik di Pelabuhan Tarahan. Selain untuk mengembangkan diri di bidang pembangkit listrik, pengoperasian sendiri PLTU itu juga bertujuan untuk efisiensi perusahaan. Tahun 2018, PTBA menargetkan pengoperasian PLTU sekitar 1.500 MW. Ke depan, Joko optimistis bisnis pembangkit listrik bisa jauh lebih berkembang. Begitu pula bisnis produksi minyak. Di sisi lain, bisnis batubara masih tetap jalan dengan menjual batubara kalori menengah dan tinggi. Angin positif perubahan tersebut sudah mulai menuai hasil, Pada semester 1-2014, pendapatan PTBA naik 18% sedangkan laba bersih meningkat 33% dari periode sama tahun lalu. BUMN ini berharap torehan positif tersebut bisa terus terjaga. Bukit Asam juga tak Iagi terlalu menggantungkan bisnisnya dari batubara. "Sehingga visi kami untuk menjadi perusahaan energi kelas dunia bisa tercapai. Tak hanya batubara, tapi juga minyak dan pembangkit listrik," kata Joko.

Menciptakan Suasana Keterdesakan Langkah

PT Bukit Asam Tbk (PTBA) merambah ke ladang usaha minyak dan pembangkit listrik merupakan strategi scenario planning yang diperkenalkan oleh pakar manajemen Peter Schwartz. Skenario ini merupakan sebuah gambaran yang konsisten tentang berbagai kemungkinan atas keadaan yang dapat terjadi di masa depan, berdasarkan identifikasi kondisi dan masalah yang ada. Pengamat manajemen dan marketing Daniel Saputro juga menilai, strategi PTBA terjun ke bisnis lain di saat harga batubara melorot merupakan langkah tepat. Namun, sembari mengubah arah bisnisnya, Daniel mengusulkan agar Bukit Asam juga me lakukan manajemen perubahan (change management). Di antaranya, membangun kesadaran karyawannya untuk berubah. Selain itu, menciptakan suasana keterdesakan agar bisa.berubah. Pasalnya, jika tidak dikondisikan seperti itu, perubahan akan berjalan lambat. "Karena kondisi eksternal yang berubah, mau tidak rnau orang dalam harus berubah juga. Pasti ada orang baru dan generasi baru, jadi harus ada manajemen perubahan," jelas Daniel. la juga menyarankan pembentukan guiding team atau change agent. Agen perubahan ditunjuk untuk memotivasi karyawan agar mau melakukan perubahan. Selain itu, manajemen harus membuat peta jalanbaru dan standar operasional maupun standar KPI. Bukit Asam juga dapat melihat aset-aset perusahaan yang menganggur agar dibuat menjadi lebih produktif.

Sumber: Tabloid Mingguan Kontan, hal 27 edisi 6-12 Oktober 2014