Angin segar kembali menerpa dunia bisnis batubara. Setelah sempat terpuruk sejak Maret 2015, harga emas hitam ini terus merangkak naik. Terakhir, mengutip Bloomberg (8/7), akhir semester I 2016, atau Juni kemarin, harganya terus naik mencapai 25,16 persen, atau menjadi US $ 60,55 per metrik ton. Meski demikian, harga batubara pengiriman Agustus di ICE Futures Exchange sempat jatuh 0,08 persen ke level US$ 59,85 per metric ton.

Analis Central Capital Futures, Wahyu Tri Wibowo, sebagaimana dikutip kontan.co.id kemarin (11/7), menjelaskan, kenaikan tersebut disebabkan pulihnya harga minyak dunia. Sebaliknya, harga gas alam kian menjulang sehingga pasar lebih memilih batu bara yang harganya lebih murah. Kondisi ini membawa angin segar pada kenaikan komoditas energi emas hitam tersebut.

"Memang ada catatan masih terus terjadi pengurangan produksi oleh sejumlah produsen utama batu bara. Namun, pelemahan dollar AS akibar redupnya kenaikan suku bunga The Fed berujung mendongkrak permintaan (batu bara) sementara," jelas Wahyu.

Sementara itu, dikabarkan produksi batu bara di Kolombia dan Indonesia terus mengalami pemangkasan. Sebaliknya, impor dari Korea Selatan dan Jepang meningkat. Cina juga punya rencana memangkas produksi hingga 500 juta ton dalam tiga-lima tahun mendatang sehingga menahan proyek pembangunan tambang batu bara di negaranya.

Dampaknya, Cina mengalami titik terendah sejak April 2015 dalam produksi batu bara sebesar 268 juta ton atau turun 11 persen. Hal ini dinilai mendongkrak harga batu bara ke level tertinggi per 4 Juli 2016 sebesar US$ 60,55 per metrik ton.

Lebih jauh, Wahyu memprediksikan, harga batubara ke depan akan bergerak dalam rentang yang sempit. Meski peluang untuk mempertahankan harga masih ada, namun hal tersebut tidak akan banyak berubah dari level saat ini. 

“Rata-rata harga batubara di tahun 2016 ini US$ 55,00 per metrik ton,” kata Wahyu.