FacebookInstagramTwitterLinkedInYouTubeTikTok
Harga Batubara Acuan Juni 2016 Kembali Menguat 1,19 Persen

Harga Batubara Acuan Juni 2016 Kembali Menguat 1,19 Persen

17 Juni 2016

PTBA Twitter Share PTBA Facebook Share
Harga Batubara Acuan Juni 2016 Kembali Menguat 1,19 Persen

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan Harga Batubara Acuan (HBA) yang berlaku 1 Juni 2016 hingga 30 Juni 2016 sebesar US$ 51,81 per ton. Setelah menguat di bulan Maret dan April, pada bulan Mei harga yang menjadi acuan bagi pasar batubara domestik ini mengalami koreksi ke US$51,2 per ton. Memasuki bulan Juni, HBA kembali menguat sebesar 0,61 dolar AS atau naik 1,19 persen .

Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian ESDM Sujatmiko mengatakan, kenaikan HBA tersebut belum signifian. "Naiknya HBA bulan ini kemungkinan hanya seasonal saja, karena kalau dilihat,(harganya---red) masih di level bawah, kan," kata Sujatmiko di Jakarta, Selasa (7/6), sebagaimana disiarkan oleh media-media nasional.

Sujatmiko menuturkan, HBA pada bulan-bulan ke depan bisa saja kembali mengalami penguatan. Menurutnya hal tersebut bisa dilihat dari pergerakan harga minyak dunia yang kembali di level US$ 50 per barrel.

"Harga minyak dunia sebagai sumber energi primer sedang dalam tren penguatan," katanya.

Senada dengan Sujatmiko, pendapat Analis PT Central Capital Futures Wahyu Tri Wibowo yang dilansir kontan.co.id juga mengatakan, Harga Batubara bergerak mengikuti harga minyak dunia. 

Seperti halnya minyak, katanya, batubara mengalami tekanan di awal tahun akibat perlambatan ekonomi yang mengancam permintaan dan kenaikan suku bunga The Fed. Batubara mencatat level terendah di US$ 44,5 per barel pada tanggal 25 Januari.

Selanjutnya, Harga Batubara perlahan rebound seiring dengan berbaliknya tren pergerakan harga komoditas dari bearish menjadi bullish. Rebound Harga Batubara juga disebabkan karena faktor teknikal yakni sudah oversold sejak awal tahun," kata Wahyu.

The Fed mengubah outlook kenaikan suku bunga dari empat kali menjadi dua kali tahun ini. Imbasnya dollar AS melemah dan berdampak pada menguatnya komoditas termasuk batubara. 

Selama The Fed tidak menaikkan suku bunga, Wahyu optimistis tren penguatanHarga Batubara masih akan berlanjut.

Namun, jika dilihat dari sisi permintaan belum menunjukkan perbaikan signifikan. Negara China sebagai konsumen batubara terbesar di dunia mengalami masalah ekonomi yang belum terselesaikan. Perekonomian di Amerika Serikat (AS) dan Eropa juga belum dapat dikatakan stabil. Kondisi negara - negara emerging market tidak jauh berbeda.

Di samping itu, batubara sebagai komoditas energi penyebab polusi terus mendapat perlawanan. AS, Eropa hingga China berupaya mengurangi konsumsi batubara lantaran menimbulkan masalah polusi udara. 

Negara-negara maju berlomba meningkatkan pembangkit listrik dengan energi terbarukan, mulai dari tenaga surya, angin hingga gas alam. Kini batubara berharap pada konsumsi negara berkembang terutama di kawasan Asia.

Meski demikian, batubara dapat mencari celah untuk menguat jika harga kembali ke level rendah. Apalagi jika The Fed menunda kenaikan suku bunga setelah data tenaga kerja mengecewakan. 

"Secara umum sentimen ini akan bagus untuk batubara karena dollar AS menjadi sulit menguat," kata Wahyu.